Selasa, 28 April 2009

Y. Sunarto: Penggagas Desa Lestari

Ada keprihatinan mendalam dari hati Y. Sunarto dengan situasi dan kondisi desanya yang lingkungannya karut marut. Limbah yang tercecer di mana-mana, telah menyebabkan desa Ngamboh, Margorejo, Tempel, Klaten seakan menjadi desa kumuh. Gemericik sungai yang dulunya begitu indah didengar, tak seindah dulu. Sungai berubah menjadi sungai yang merana. "Desa berubah karakter dari anggung menjadi memelas dan merana," begitu jeritan hatinya menatap wajah desanya waktu itu.

Keprihatinan yang dalam akhirnya meluluhlantakkan dirinya untuk terjun membenahi kampung halamanya. Dirinya tak segan untuk memperbaiki keadaan kampungnya yang merana. Meski Sunarto termasuk sosok wiraswastawan tergolong "sukses", berkubang di air sungai nan kotor penuh sampah pun dilakukannya. Semua demi mengembalikan citra desanya menjadi desa yang bersih. Terjun ke masyarakat untuk memberi pengertian dilakukannya tidak hanya sebatas ucapan, tapi juga dengan tindakan. "Omong kosong kalau kita tidak memberi contoh orang desa akan pentingnya perilaku berwawasan lingkungan," ujarnya, tegas.

Pria kelahiran Sleman 17 Oktober 1954 ini tak muluk-muluk memberi contoh pada masyarakat desanya. Memberi penyadaran diterapkannya secara nyata dengan mengingatkan dengan tegas bahwa masyarakat desa memiliki sungai dan lingkungan. Melarang warga agar tidak membuang kotoran (air besar) ke sungai dengan mencanangkan program toiletisasi, maka dibangunlah jamban khusus warga dengan modal Rp 1 juta. Agar tidak terkesan memanjakan warga, Sunarto mengajak warga untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dengan cara mencicil guna membangun jamban-jamban lain. "Beri pengertian mereka bahwa dana tersebut harus dikembalikan karena dibutuhkan warga lain untuk membangun WC lainnya," ungkap pria jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun 1984 ini.

Didukung Kepala Dusun Ngamboh, Sugiarto, serta warga lainnya upaya konkrit itu mendapat sambutan positif warga lainnya. Warga berduyun-duyun membenahi lingkungan desa yang rusak. Mereka menyampaikan kebulatan tekad melakukan langkah-langkah konservasi lewat serangkaian program pelestarian lingkungan desa. Dari sinilah awal mula Sunarto bersama warga dan sesepuh desa mengibarkan pencanangan program "Desa Lestari". Secara hakiki, jelas Sunarto, pencanangan program ini sebagai wujud keinginannya membentuk sikap moral warga agar selalu bertanggungjawab terhadap alam seisinya. "Tentunya dengan didukung kerja keras dalam pencegahan perusakan dan pencemaran," jelas Sunarto.

Selasa, 24 Juni 2008

Bermula dari Ngamboh

Apa itu Desa Lestari? Desa Lestari merupakan label dari sebuah program pelestarian alam dan konservasi lingkungan di pedesaan. Pada dasarnya ide munculnya Desa Lestari berawal dari sebuah keprihatinan akan semakin lunturnya semangat masyarakat desa dalam menjaga lingkungan dan ekologi yang ada di sekitarnya.
Dari keprihatinan itu maka dibutuhkan upaya bagaimana mengembalikan spirit dan kesadaran warga desa untuk menjaga serta melestarikan lingkungan desanya. Mulai dari pembersihan sungai, penataan tanaman, pembuatan kamar mandi umum, dan gerakan membuang sampah pada tempatnya. Hal tersebut memang hanyalah langkah kecil saja, akan tetapi dari langkah kecil itulah semua akan memberi makna penting bagi pelestarian lingkungan maupun kehidupan warga desa sendiri.
Yulianus Sunarto, salah satu warga dusun Ngamboh, Margorejo, Tempel, Sleman, menjadi sosok sentral yang membangkitkan kembali kesadaran warga desa akan pelestarian lingkungan dan ekologi. “Saya prihatin limbah yang tercecer di mana-mana menyebabkan desa yang indah menjadi kumuh,” demikian penuturan Sunarto.
Keprihatinan Sunarto tak hanya sampai di situ. Karakter masyarakat desa yang terus bergeser dari sikap gotong royong menjadi egois dan materialistis juga menjadi keprihatinannya. Indikasi itu terlihat dari tindakan-tindakan mengeksplorasi kekayaan alam dari sungai, mengambil batu alam dari bukit yang menjadi penyebab longsor. Sungai-sungai merana kosong tanpa ikan diganti sampah rumah, mulai dari plastik hingga deterjen. Aksi menembak burung dan menyetrum ikan menjadi tindakan tak terpuji para remaja desa. “Itu semua menjadikan desa berubah karakter dari anggun dan indah menjadi memelas dan merana,” ungkap Sunarto, prihatin.
Lalu, langkah konkret mengembalikan kelestarian lingkungan desa pun segera dilakukannya. Mulai dari diri sendiri hingga menggalang kebersamaan dengan warga. Kebersamaan dibangun mulai dari yang sederhana seperti membangun toilet umum dan sumur resapan air di tepi sungai. Dilanjutkan membuat kolam warga dengan memanfaatkan ketersediaan air sungai.
Tak sia-sia, pendekatan konservasi seperti itu kiranya efektif mengembalikan ikatan kebersamaan di antara warga desanya. Tak sedikit warga yang memanfaatkan pinggiran kolam sebagai wahana berinteraksi di antara mereka.
Warga dusun Ngamboh secara bertahap mulai banyak yang sadar akan kelestarian lingkungannya. Keberadaan kolam yang asri di tepi sungai dengan sendirinya membuat warga desa malu untuk mengotori atau merusak lingkungan sekitarnya. Kebersihan sungai pun akhirnya terjaga dengan sendirinya.
Kerja keras menata ekologi dan lingkungan dusun ini secara tak langsung memberi nilai tambah pada kehidupan ekonomi warga Ngamboh. Kehadiran sungai yang bersih dan lingkungan yang asri memungkinkan warga memanfaatkannya sebagai pusat usaha mulai dari perikanan, peternakan, dan perkebunan. Dari sinilah warga secara bertahap membangun kemandiriannya.
Upaya konservasi pada akhirnya memiliki korelasi dengan upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Sebab bagaimanapun konservasi lingkungan akan bisa berjalan asalkan ekonomi masyarakat sekitar diberdayakan. Hal itu sudah menjadi keyakinan Sunarto sejak mengawali program ini.
Dusun lain pun mulai melirik upaya konservasi yang terjadi di Ngamboh. Maka, satu per satu dusun tetangga mulai turut membenahi ekologi dan lingkungannya. Mulai dari dusun Kadirojo, Kadiluwih, Jurugan, Pandan Saren dan Kuncen. Semua dusun ini ada di Desa Bangunkerto, Kabupaten Sleman. DIY.
Keterlibatan enam dusun inilah yang selanjutnya menggerakkan sang pionir menggulirkan program Desa Lestari. Sebab, pada akhirnya keenam dusun ini bisa menjadi proyek percontohan dusun yang berhasil melakukan konservasi alam sekitarnya. Diakui Sunarto, program ini akan kurang berhasil jika hanya dilakukan di dusun Ngamboh semata. Karena itu dibutuhkan penyebarluasan ke dusun-dusun sekitarnya. ”Dukungan warga sekitarnya juga mutlak diperlukan agar program desa lestari bisa berkesinambungan,” ungkapnya.
Maka pada 24 November 2005 program Desa Lestari pun dikukuhkan secara resmi oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X dengan berkesempatan menebarkan benih ikan di sungai. Peresmian ini juga turut disaksikan Sekretaris Daerah DIY Bambang S. Priyohadi, dan Wakil Bupati Sleman Sri Purwono.
Nah, kini program desa lestari itu telah digulirkan di dusun Ngamboh. Sebuah upaya menghijaukan kembali alam desa demi mewujudkan keseimbangan ekosistem yang hampir hilang. Bagaimana dengan dusun atau desa Anda?